Wartawan Harus Lebih Profesional dan Tidak Menghakimi

Tanggamus (Lampung) Angkatberita.com_, Profesi Jurnalis tidak bisa dianggap sepele. Media massa merupakan pilar ke empat demokrasi. Konstitusi Indonesia telah memberikan kebebasan pers di tengah arus reformasi nasional dan dinamika global.
Jurnalis atau wartawan bermartabat dan menjunjung kode etik harus dikedepankan agar media massa sebagai alat kontrol sosial, edukasi, hiburan dan informasi yang diharapkan menciptakan masyarakat madani ( bukan medeni) Indonesia di era digitalisasi saat ini.
Namun apa lacur dunia pers kita?. Oknum wartawan masih ada saja yang masih mengangkangi UU pers dan kode etik wartawan dalam menyajikan berita. Oknum ini cenderung tidak profesional, tidak berimbang, tidak akurat, mengetengahkan opini bukan fakta dan menghakimi narasumber. Seringkali juga dalam investigasi data dalam reportase cenderung melebihi penyidikan dan penyelidikan oleh aparat penegak hukum yang memang berkompeten.
Budi Hartono, Ketua Aliansi Jurnalistik Online Indonesia (AJOI) Kabupaten Tanggamus menentang keras oknum wartawan yang tidak memegang kode etik. Baginya profesi wartawan harus dapat profesional, berimbang, update, tidak menghakimi dan membabi buta dalam menyajikan berita. “Wartawan harus berimbang tidak boleh cover both side dalam mencari, mengolah dan menyajikan berita” ujar Haji Budi.
Lebih lanjut putra asli Tanggamus yang sudah lama malang melintang di profesi wartawan media massa ini mengatakan bahwa wartawan harus mampu mencari data dengan baik untuk ditayangkan dalam berita, sehingga hasil jurnalistik nantinya tidak sekedar opini, berita release , merendahkan martabat orang lain dan menghakimi tanpa data yang akurat. ” Kita harus berpegang teguh kode etik jurnalistik, dan menjunjung tinggi UU Pers”, harap Ketua LAN Tanggamus ini.
Setali tiga uang dengan Budi Hartono, Ketua Tanggamus Aliansi Jurnalis Indonesia ( TAJI) Tanggamus, Junaidi juga mengharapkan wartawan agar lebih profesional lagi dalam menjalankan profesinya. ” Wartawan harus menyajikan informasi akurat secara profesional, check kroscheck dan tidak menghakimi sepihak” kata Junaidi.
TAJI Tanggamus sebagai wadah organisasi wartawan Tanggamus akan mendukung prinsip prinsip kode etik jurnalistik dengan baik dan akan melawan segala tindakan oknum wartawan yang mengangkangi kode etik jurnalis dan UU Pers. “Kami akan tertibkan jika ada oknum wartawan memeras, menakut nakuti, menerima suap menghakimi dan merendahkan martabat narasumber,” ancam Junaidi.
Junaidi yang juga ketua LSM Pematang Tanggamus ini juga berharap agar kedepannya pers Tanggamus lebih baik lagi. Jika ada temuan berita penyimpangan oleh pejabat beritakanlah secara seimbang dengan data akurat dan dapat dipercaya. Berikanlah ruang narasumber untuk konfirmasi suatu berita meskipun memang ada hak jawab, hok kereksi atas pemberitaan. ” Kesulitan seorang wartawan adalah menembus narasumber dan mencari data secara faktual, tidak boleh menghakimi karena negara kita negara hukum, harus menjunjung asas praduga tidak bersalah” lanjut Junaidi.
Jun Mance Gine, tokoh Masyarakat Pulau Panggung juga mengeluhkan ada oknum wartawan yang menyajikan berita berisi fitnah, menakut nakuti dan menghakimi narasumber seolah- olah sudah divonis bersalah dan menyimpang padahal negara kita adalah negara hukum yang menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah. “Wartawan bukan penyidik atau penyelidik penegak hukum, tulislah berita secara aktual dan berimbang serta tidak Membabibuta dan menghakimi narasumber”, harap Jun Mance Gine.
Lebih lanjut pria 50 tahun yang juga menjadi ketua komite salah satu SMA di pulau panggung ini juga berharap agar organisasi pers, dewan pers dan pemerintah dapat menertibkan oknum wartawan dan lembaga media massa yang menyimpang dari regulasi yang ada. Di sekolah, yang dia sebagai ketua komite, Junaidi juga memaparkan bahwa ada oknum wartawan dan media massa yang mengeroyok dan menyudutkan kepala sekolah melanggar hukum secara beramai ramai tanpa data akurat dan tidak memberi ruang narasumber sekolah untuk memberikan informasi. ” Tanpa klarifikasi kepada pihak sekolah atau komite sekolah tiba- tiba naik judul berita negatif dan dirilis sehingga isi berita sama, bahkan judul sama kayak berita hasil terusan WA yang kelihatan tidak profesional, plagiat dan fitnah”, Papar Jun lagi.
Terlepas dari carut marutnya masalah profesional wartawan, Ahmad Sumadi, M.Pd, guru SMA di Tanggamus berharap agar ke depannya media massa dan masyarakat dapat bersinergi untuk mengobati kerinduan masyarakat agar Pers selalu berpihak kepada rakyat dan menjadikan pers sebagai kontrol sosial, edukasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat.” Wartawan modern bermartabat dan sejahtera adalah harapan kita semua, Namun jika sebaliknya, marilah kita perbaiki bersama”, kata alumnus S2 Universitas Negeri Jakarta ini.
Madi juga menyayangkan jika akhir akhir ini banyak oknum media massa dan oknum wartawan yang secara beramai ramai memberitakan lembaga publik dan pimpinannya secara sepihak, menghakimi, Membabibuta,tidak profesional, plagiat, tidak faktual dan cenderung fitnah. ‘ Hal ini melanggar kode etik jurnalistik dan UU Pers, pihak yang dirugikan bisa menempuh hak jawab, hak koreksi atas pemberitaan, mengadakan gugatan di dewan pers dan menempuh jalur hukum pidana atau perdata” papar Madi lagi.
Sementara itu Ketua dewan pers sisa masa periode keanggotaan 2022- 2025, Dr.Ninik Rahayu, S.H, MS mengharapkan agar kemerdekaan pers dan kualitas jurnalistik harus di perbaiki lagi ” Kemerdekaan pers harus terus menerus kita perkuat, demikian pula dengan kualitas
jurnalisme dan profesionalisme perusahaan pers. Oleh kerena itu dibutuhkan dukungan
kerja multistakeholders,” ujar Ninik pada pekan lalu awal Januari 2023 di Jakarta.
Sementara itu ahli Pers dari Dewan Pers, Haris Fadillah, mengimbau media massa dan jurnalis menyajikan berita secara berimbang. Jangan sampai terjadi trial by the press, yakni berita yang menghakimi secara sepihak, sehingga menarik opini publik berprasangka kepada pihak tertentu pada saat proses sedang berjalan. Bahkan, mantan Koordinator Bidang Hukum PWI Pusat ini melihat, beberapa media mendasarkan pemberitaan dari media sosial, yang tidak menerapkan prinsip jurnalistik sehingga belum teruji validitasnya.
“Pers harus mengedepankan asas praduga tak bersalah, dan tidak memiliki niat buruk dalam memberitakan isu tertentu. Tetapi berdasarkan kaidah jurnalistik yang benar,” ujar Haris kepada wartawan.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik yaitu Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk (PS 1) Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.(PS.2)
Cara-cara yang profesional adalah menunjukkan identitas diri kepada narasumber; menghormati hak privasi; tidak menyuap; menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya; rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara, tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri; penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.
Dalam pasal 3 KEJ, Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.Dalam hal ini wartawan menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.
Dari paparan kode etik tersebut sangat jelas sebagai pedoman rekan rekan media dalam melaksanakan tugas. Jaminan konstitusi UUD 1945 pasal 28, UU No 40 tahun 1999 tentang Pers dan kode etik jurnalistik harus dilaksanakan. Jika tidak, jangan salahkan masyarakat yang akan antipati terhadap pers di Indonesia. Semoga tidak terjadi.
(Umar)